Sabtu, 28 Juni 2014

Konsep Penyajian Tradisional dan Kontemporer

Konsep Penyajian Tradisional dan Kontemporer

A.      Konsep Penyajian Tradisional
Pagelaran tradisional adalah pagelaran yang terbentuk dari keratifitas manusia yang didalamnya terdapat unsur – unsur atau budaya kuno (tradisional). Pagelaran ini sangat erat kaitannya dengan nilai – nilai luhur yang ada dimasyarakat. Setiap penyajian pagelaran mempunyai kandungan nilai atau maksud tersendiri. Di Jawa pagelaran dengan sajian tradisioanl identik dengan gamelan, tembang – tambang Jawa, pesinden dan kostum yang digunakannya pun khusus (beskap dan kebaya).
Berdasarkan hasil pagelaran yang diamati pada tanggal 11 April, dalam konsep penyajian pagelaran tradisional memuat hal – hal berikut :
a.       Menggunakan alat musik pengiring gamelan jawa yang terdiri dari slenthem, saron, bonang, gong, kempul, kethuk,kempyang, rebab, siter, kendhang, demung, kenong,gender, gambang, dan suling.
b.      Kostum yang digunkan adalah kostum tradisional. Wanita menggunakan kebaya dan tata rias yang khas serta rambut disanggul sedangkan laki – laki menggunakan beskap.
c.       Setiap penyajian diiringi dengan tembang atau sekar yang dinyanyikan oleh sinden baik laki – laki maupun perempuan.
d.      Dalam penyajian pertama, oleh Dwi Sekarwati, Bayu Triyoko, dan kawan – kawan menyajikan sebuah pagelaran  menggunakan laras pelog. Pada pesinden , dapat dilihat bahwa semakin tinggi sebuah nada suara yang diucapkan, musik pengiringpun semakin cepat dan keras. Sehingga alat musik pengiring mengikuti setiap irama/ritme sebuah nada suara yang diucapkan. Kemudian dalam akhiran pagelaran ada beberapa alat musik yang mengiringi terlebih dahulu baru ditutup alat musik berikutnya. Dalam penyajian pertama ini, alat musik seperti saron, rebab, suling, dan pesinden selesai terlebih dahulu. Setelah itu  diakhiri dengan permainan alat musik bonang, gong, saron besar.
Description: DSC_0004.JPG

e.       Dalam penyajian kedua, oleh Danang Prabowo (rincian rebab), Ardi Satria Handoko (sebagai rincian gender dan pendhalang), Liliawati (pesinden) menyajikan sebuah gendhing karawitan dengan menggunakan slendro patat enem. Berbeda dengan penyajian pertama yang hanya menyajikan tembang diiringi gamelan jawa, penyajian kedua ini selain menyajikan tembang diiringi instrumen gamelan, masih ditambah dengan sajian teater. Yakni dengan hadirnya 3 orang laki – laki yang menggunakan kostum seperti tokoh yang ada dalam pewayangan dan 1 orang perempuan yang juga menggunakan kostum pewayangan. 3 orang laki – laki tersebut memakai topeng dan seorang wanita tersebut menari. Saat 3 orang laki – laki dan seorang perempuan tersebut bermain peran maka suara dari pesinden dan gamelan sedikit lebih lirih karena 3 orang laki – laki dan seorang perempuan tersebut sedang berdialog.
Description: DSC_0009.JPG

f.       Penyaji ketiga adalah oleh Tribayu Santosa ( rincian gendhang), Suwuh (sebagai rincian gender), penyaji lain ada yang sebagai rician rebab, dan yang lainnya menyajikan gendrung klentingan dan gendrung pengasih dengan menggunakan laras slendro patet 6, laras pelog, laras slendro patet 9, dan laras pelog patet barang. Penyajian diawali dengan permainan rebab terlebih dahulu, ada diiringi tepuk tangan dari penyaji 5 orang, dan ada pengiring vokal. Sajian ini tampil kurang lebih 1 jam, dominan dengan pesinden wanita yang nembang. Pagelaran dominan dengan tembang, instrumen gamelan dan tepuk tangan. Pemain menggunakan kostum pakaian tradisional Jawa Tengah.
Description: DSC_0012.JPG

g.        Durasi penyajian pagelaran dari masing – masing kelompok berbeda, tergantung dari pagelaran yang disajikan. Yang paling lama adalah sajian ketiga yang disajikan oleh Tribayu dan kawan – kawan, disajikan lebih dari 1 jam.
Dari ketiga penyajian tersebut, ada satu penyajian yang menarik. Konsep penyajian dua yang disajikan oleh Danang Prabowo (rincian rebab), Ardi Satria Handoko (rincian gender dan pendhalang), Liliawati (sebagai pesinden) menyajikan sebuah gendhing karawitan dengan menggunakan slendro patat enem ini dengan diiringi tari yang dimainkan oleh 3 orang laki – laki dan seorang perempuan. Adanya persembahan tari tersebut membuat sajian lebih hidup serta kandungan dalam tembang yang dibawakan seperti dituangkan dalam tarian dengan sedikit dialog.
Dalam sajian konsep tradisional identik dengan gamelan jawa, tembang atau sekar macapat oleh pesinden, tata busana menggunakan pakaian tradisional (kebaya untuk perempuan dan beskap untuk laki – laki) dan tata rias yang khas (sanggul).  

B.       Konsep Penyajian Kontemporer
Pagelaran kontemporer yaitu pagelaran yang terbentuk dari keratifitas manusia yang didalamnya terdapat unsur – unsur atau budaya kuno (tradisional) dan dipadukan dengan unsur – unsur modern. Pagelaran ini menggambarkan nilai – nilai  yang ada dalam masyarakat. Menggambarkan masyarakat dalm kehidupan sehari – hari.
Berdasarkan hasil pagelaran yang diamati pada tanggal 16 April, dalam konsep penyajian pagelaran kontemporer memuat hal – hal berikut :
a.         Sajian pertama kontemporer adalah “kluthekan” yang disajikan oleh Sasno.  Kluthekan menggambarkan kehidupan masyarkat sehari – hari. Kluthekan mengangkat  sebuah cerita pedagang tahu kupat. Properti yang digunakan adalah gerobak tahu kupat, dapur, meja dan kursi seperti diwarung. Pemain menggunkan pakaian sehari – hari seperti  kemeja, celana, kaos, untuk yang berperan menjadi pedagang memakai kebaya dengan bawahan, celana kain dan baju lengan panjang. Instrumen yang mengiringi dengan menggunakan botol bekas, variasi suara dari mulut, serta suara ceret yang berbunyi khas menambah apik suasana. Lagu pengiring semacam lagu dolanan. Lagu dinyanyikan secara bersama – sama. Sajian ditutup seorang laki – laki menggoreng telur yang menimbulkan suara khas sebagai tanda sajian telah berakhir.
Description: IMG_0393.JPG
b.      Sajian  kedua disajikan oleh Jasno dengan judul “trenyuh”. Trenyuh menggambarkan kisah seorang ayah yang mencari keluarganya tetapi justru rasa marah yang didapat ketika mencari keluarganya. Instrumen yang digunakan adalah peraduan dari tradisional dan kontemporer yakni  saron, bonang, rebab, gitar, bambu yang diisi air dengan cara membunyikanya bambu dimiringkan ke kiri dan ke kanan sehingga air mengalir dan menghasilkan suara seperti suara gemercik air. Busana yang dipakai semi tradisional.
Description: IMG_0442.JPG

c.         Penyajian ketiga oleh Kukuh dengan judul “randha”. Dalam penyajiannya menggunakan instrumen gamelan berupa kendhang, suling, saron, gender, kethuk kempyang. Pemain menggunakan kaos.
Description: IMG_0457.JPG

d.        Sajian selanjutnya oleh Suryo Winarko dengan judul “Ngedhablu”, mengisahkan janji-janji para pejabat  yang akan menjadi wakil rakyat. Saat mereka mencalonkan diri sebagai wakil rakyat mereka mengumbar janji tetapi setelah menjadi wakil rakyat mereka lupa pada janjinya. Sajian ini memadukan variasi tradisional dengan kontemporer. Instrumen yang digunakan adalah bonang, gender, saron dan kethuk. Pemain menggunakan pakaian semi tradisional.
Description: IMG_0468.JPG

Dari penyajian  penyajian yang telah disajikan, yang paling menarik adalahsajian yang berjudul “Kluthekan” karena pada sajian ini benar – benar mengangkat cerita dari kehiduapn masyarakat. Penyajiannya lebih menarik karena mengandung humor. Properti yang dibawa nyata, sehingga maksud dari sajian tersebut mudah dan menarik untuk dinikamati.

C.      Kesimpulan dari Konsep Sajian Tradisional dan Kontemporer
Dari sajian yang telah diamati dapat ditarik beberapa kesimpulan perbedaan antara kosep sajian tradisional dan kontemporer :
1.      Dari segi alat musik atau instrumen yang dipakai. Sajian tradisional dominan menggunakan instrumen gamelan jawa sebagai pengiringnya tanpa menambah instrumen lainnya. Sedangkan pada sajian kontemporer menggunakan perpaduan antara instrumen tradisional dan modern sehingga menambah variasi suara yang dihasilkan. Contoh pada pada sajian yang berjudul Trenyuh selain menggunakan saron, bonang dan rebab juga menggunakan bambu yang diisi dengan air.
2.      Dari segi vokal. Sajian tradisional menggunakan sekar macapat dalam penyajiannya sedangkan pada sajian kontemporer bisa menggunakan lagu dolanan seperti pada sajian yang berjudul Kluthekan.
3.      Dari segi tata busana. Sajian tradisional menggunakan busana tardisional seperti kebaya dan beskap sedangkan pada sajian kontemporer menggunakan pakaian yang digunakan sehari – hari atau menggunakan pakain semi tradisional seperti yang ada pada sajian yang berjudul Trenyuh.
4.      Dari segi sikap saat perfomance. Sajian tradisional lebih halus, contoh pengrawit dan pesinden semua duduk sopan. Sedangkan pada sajian kontemporer penyaji bergerak sesuai alur cerita, seperti jalan, berdiri, dan duduk.
5.      Dari segi tata rias. Sajian tradisional identik dengan sanggul untuk wanita sedangkan pada sajian kontemporer penyaji berandan sesuai dengan sajiannya. Misal pada sajian yang berjudul Kluthekan,penyaji yang berperan sebagai pedagang juga berias seperti pedagang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar